Marine Risk Assessment

Meskipun tidak ada definisi umum tentang resiko yang diakui secara universal, tetapi ada satu istilah yang diterapkan di sebagian besar industri, yaitu resiko sebagai “Kombinasi dari kemungkinan atau frekuensi kemunculan suatu bahaya dan besarnya konsekuensi dari terjadinya. Sementara menurut IMO, resiko adalah “kombinasi frekuensi dan tingkat keparahan”.

Apa itu Penilaian Resiko untuk Kapal?

“Tujuan manajemen keselamatan perusahaan harus menetapkan perlindungan terhadap semua resiko yang teridentifikasi” sehingga telah dinyatakan dalam paragraf 1.2.2.2 ISM Code. Namun hal ini tidak menentukan pendekatan khusus untuk teori manajemen resiko, sehingga diserahkan kepada perusahaan itu sendiri untuk memilih metode yang tepat sesuai dengan struktur organisasinya, kapal, dan rute pelayarannya. Metode-metode dapat bervariasi baik secara formal maupun tidak, namun harus terorganisasi dengan baik dan direncanakan, dan juga seluruh bukti harus didokumentasikan dalam draft atau perubahannya sehingga memberikan bukti adanya proses pengambilan keputusan.

Picture1

Gambar 1. Matriks Penilaian Resiko (hanya sebagai ilustrasi, Risk Assessment Matrix dapat berbeda di setiap perusahaan)

 

ISO 8402: 1995 / BS 4778 menetapkan manajemen resiko, yang mencakup penilaian resiko kapal sebagai: “Proses di mana keputusan dibuat untuk menerima resiko yang diketahui atau dinilai dan / atau pelaksanaan tindakan untuk mengurangi konsekuensi atau kemungkinan terjadinya.”

 

Proses Penilaian Resiko Kapal?

Pada dasarnya proses penilaian resiko berkaitan dengan mengamati aktivitas dan operasi kapal, mengidentifikasi apa yang mungkin salah, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya. Proses penilaian resiko termasuk:

  • Identifikasi bahaya
  • Penilaian resiko yang terkait
  • Aplikasi kontrol untuk mengurangi resiko
  • Pemantauan efektivitas kontrol

Identifikasi bahaya adalah hal terpenting karena akan menentukan arah tindakan yang harus dilakukan sesudahnya. Pengamatan pada aktivitas membantu dalam mencapai ketepatan dan kelengkapan yang lagi-lagi hanya dapat dicapai dengan proses yang sistematis. Juga penting untuk diingat bahwa bahaya tidak harus disalahartikan dengan insiden sedangkan insiden tidak harus menunjukkan konsekuensi.

2

Gambar 2. Alur Proses Umum Manajemen Resiko Kapal

Penilaian resiko kapal membantu dalam mengevaluasi setiap bahaya yang terkait dengan resiko dalam hal kemungkinan bahaya dan kemungkinan akibatnya. Saat menyelesaikan penerapan kontrol, penting untuk mempertimbangkan frekuensi aktivitas sehingga potensi resiko moderat mungkin lebih penting untuk ditangani daripada resiko yang jarang tetapi besar.

Resiko yang paling relevan untuk dipantau di kapal?

Berikut ini merupakan aspek resiko yang umumnya dipantau di kapal, yaitu:

  • Masalah kesehatan dan keselamatan crew kapal baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan, atau mereka yang mungkin terpengaruh dari aktivitas (subkontraktor/vendor, tamu, visiting superintendent/shore staff, marine inspector, dll).
  • Properti perusahaan (kapal, equipment, tools) dan pihak lain (kapal lain, dermaga/jetty, dll).
  • Lingkungan (pencemaran laut dari minyak, udara, sampah, refers to MARPOL Annex I – VI).

Penilaian resiko untuk kapal harus berkelanjutan, fleksibel, dan direview kembali secara teratur untuk meningkatkan keselamatan jiwa dan properti serta mencegah polusi lingkungan. Karena ‘resiko’ tidak pernah menjadi suatu hal yang konstan atau konkret, perbedaan sifat persepsi dan antisipasi tingkat bahaya dari resiko ditentukan oleh pengalaman, pelatihan, dan perilaku (behavior). Perilaku crew kapal terhadap masalah yang ada, kesadaran, dan kewaspadaan, semuanya memainkan peran penting dalam proses pengambilan keputusan dalam penilaian resiko operasi kapal.

Bagaimana officer/perwira melakukan penilaian resiko (risk assessment) di kapal?

  1. Mengumpulkan data yang dibutuhkan dan familiarisasi

Proses ini melibatkan personel yang bertanggung jawab untuk mengumpulkan semua informasi yang relevan berkenaan dengan pekerjaan mana yang harus dilakukan penilaian resiko, umumnya dikoordinir oleh Chief Officer (Deck Dept.) dan Chief Engineer (Engine Dept.). Sebagai contoh, tugas ‘bekerja di ketinggian (working aloft)’ akan melibatkan kombinasi data mengenai area di mana pekerjaan akan berlangsung (monkey island, palka, lambung, dll), peralatan keselamatan yang tersedia untuk bekerja di ketinggian (scaffolding, safety harness, full body harness, dll), penilaian yang jelas dari orang-orang yang mampu dan memenuhi syarat untuk melaksanakan pekerjaan dengan mudah (C/O, 2/O, Bosun, A/B, dll), keahlian medis yang dimiliki (BFA, MEFA, dll), dll.

Familiarisasi berarti bahwa perwira yang bertanggung jawab atas penilaian resiko familiar dengan area kapal dimana pekerjaan dilakukan dan bukan hanya penilai dari luar. Hal-hal tersebut harus dipertimbangkan untuk semua aspek yang disebutkan berkaitan dengan pengumpulan data sehingga ia dapat membuat penilaian yang lebih akurat/presisi untuk segala jenis insiden yang mungkin timbul.

 

  1. Mengidentifikasi bahaya yang ada dengan pengamatan

Dengan pengalaman dan ketekunan officer/perwira, mengidentifikasi bahaya secara otomatis akan melibatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan langkah pekerjaan atau sistem permesinan (mekanis). Kerusakan mekanis merupakan sesuatu yang tidak perlu terjadi karena pada dasarnya adalah sesuatu yang dapat dikontrol semaksimal mungkin dengan pemeriksaan (checklist) dan perbaikan sebelumnya.

Peralatan apa pun yang akan digunakan dalam pekerjaan harus diperiksa ulang dan terus menerus diperiksa lagi! Ketika hidup seseorang dipertaruhkan, tidak boleh ada sama sekali tindakan pengamanan (safety precaution) yang dilewati untuk benar-benar memastikan keselamatan crew terjamin, atau dengan kata lain TIDAK ADA JALAN PINTAS (SHORTCUT) DALAM PRINSIP SAFETY!

Sebagai gambaran, suatu sobekan kecil di lanyard atau strap safety harness mungkin tampak tidak berbahaya tetapi apabila digunakan oleh orang pada ketinggian tertentu, maka dapat mengakibatkan harness putus atau robek dan menghilangkan nyawa.

Setiap peralatan baik peralatan keselamatan (PPE, Safety Device), peralatan kerja (tools), maupun permesinan (machinery), harus dipastikan dalam kondisi optimal sebelum digunakan dengan cara melakukan pemeriksaan (mengisi checklist) dan inspeksi rutin.

 

  1. Menganalisa resiko yang terkait dengan pekerjaan

IACS mengklasifikasikan resiko dalam lima tingkatan, yaitu:

  1. Trivial
  2. Tolerable
  3. Moderate
  4. Substantial
  5. Intolerable

Resiko meningkat (kecil ke besar) dari nomor 1 ke nomor 5. Tindakan dan langkah langkah pengendalian resiko harus dilakukan sesuai dengan tingkat bahaya yang dianalisa untuk pekerjaan tersebut. Resiko merupakan bahaya pekerjaan yang bisa berakhir dengan kematian jika hal yang paling mendasar dalam pengendalian resiko tidak dipahami oleh crew kapal. Sebagai contoh, pekerjaan ‘Ruang Tertutup (enclosed space) seperti masuk tangki/manhole atau palka jelas menuntut perhatian penuh dan semua resiko yang terkait seperti asfiksia (kehabisan nafas/oksigen), keracunan gas (H2S), kemungkinan adanya gas mudah terbakar (Methane/CH4), dll, yang harus diperhitungkan dalam analisa resiko.

  1. Penilaian resiko (kemungkinan terjadinya dan sejauh mana kemungkinan kerusakan/kecelakaan)

IACS menggunakan istilah ALARP (As Low As Reasonable Practicable) yang berarti bahwa resiko harus dikurangi ke tingkat yang serendah mungkin. Hal ini berlaku pula untuk pengendalian resiko. Penilaian resiko akan melibatkan bahwa setiap bahaya praktis, resiko yang terkait dengan mereka, personel pengawas serta langkah-langkah pengendalian ditentukan dengan tepat hingga ke tingkat yang dapat ditoleransi.

Hanya membuat ‘Risk Assessment‘, yang ditandatangani oleh Chief Officer dan Bosun, mungkin merupakan eksekusi dokumenter namun tidak boleh dilupakan bahwa orang yang melakukan pekerjaan berbahaya secara langsung, misalnya juga kelasi/OS, A/B, oiler, wiper, menuntut penilaian resiko dilakukan se-tepat/presisi mungkin hingga resiko dapat ditoleransi, lengkap dengan langkah pengendaliannya. Hal ini karena pekerjaan tersebut beresiko membahayakan hidupnya dan setiap saat dapat merenggut nyawanya. Sebagai formalitas, dokumen diisi dan disimpan, memenuhi kebijakan HSE perusahaan dan peraturan lainnya. Namun faktanya, hal ini adalah implementasi yang salah dan dapat merusak budaya keselamatan kerja di atas kapal. Oleh karena itu, setiap Penilaian Resiko (Risk Assessment) harus dibuat dan dilakukan dengan prinsip ALARP (resiko dikurangi hingga tingkat yang dapat ditoleransi/tidak membahayakan jiwa) dan dikomunikasikan ke crew yang melakukan pekerjaan tersebut.

  1. Pengendalian resiko, yaitu tindakan untuk mencegah / meminimalisir kecelakaan atau kerusakan jika terjadi insiden

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa prinsip pengendalian resiko menurut IACS adalah ALARP (As Low As Reasonable Practicable). Banyak anggapan yang berkembang bahwa Alat Pelindung Diri (APD) seperti Helm, Safety Shoes, Life Jacket, Sarung Tangan adalah pengendalian resiko utama, padahal anggapan ini adalah salah besar. APD adalah benteng (barrier) terakhir dalam pengendalian resiko karena sifatnya hanya mengurangi tingkat keparahan/cidera yang dialami oleh crew kapal.

3

Gambar 3. Pramida Pengendalian Resiko

  1. Eliminasi, misalnya adalah stop work policy, penghentian pekerjaan saat cuaca buruk, penghentian pekerjaan saat adanya tindakan atau kondisi tidak aman;
  2. Substitusi dengan proses, operasi, material, peralatan yang lebih sedikit mengandung bahaya, misalnya adalah mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta, mengganti bahan solvent base dengan water based, proses mengecat spray diganti dengan kuas.
  3. Rekayasa teknik, misalnya adalah pemasangan machine guarding, alat sensor otomatis (smoke, heat, flame detector), emergency stop, safety valve, silencer pada generator, gas detector (fixed/portable);
  4. Pengendalian administratif, misalnya pemisahan lokasi mesin dengan crew, pergantian shift kerja, proper handing over, sistem izin kerja (permit to work), pelatihan/familiarisasi crew kapal, sistem Lock Out Tag Out (LOTO), Prosedur/SOP/Instruksi Kerja, Rambu K3/Safety Sign/Marking (Warning, Do Not Entry, Flammable, Confined Space, Sign Penggunaan APD di Kamar Mesin, dll);
  5. Alat pelindung diri (APD), misalnya helm, safety shoes, ear plug/ear muff, safety goggle, wearpack, safety gloves, respirator, life jacket/vest, body harness.

Dapat dilihat pada Gambar 3. pengendalian resiko idealnya harus dilakukan bertahap dari puncak piramida hingga dasar piramida karena hal ini menggambarkan tingkat keefektifan pengendalian resiko, semakin ke bawah (dasar), efektivitas pengendalian resiko semakin menurun. Setiap resiko dilakukan pengendalian dari mulai puncak piramida, jika tidak bisa maka turun ke tahapan yang di bawahnya, dan seterusnya hingga terakhir ke dasar piramida, yaitu penggunaan APD. Dalam prakteknya, pengendalian resiko bisa salah satu atau kombinasi dari 5 tahapan tersebut sesuai dengan resiko dan keadaan di lapangan. Prinsipnya hingga resiko dapat diturunkan seminimal mungkin sampai batas dapat ditoleransi (ALARP).

Proses pengendalian resiko akan secara otomatis menjadi mudah jika poin poin sebelumnya (di atas) diikuti. Kewaspadaan sebagai tugas dari perwira tidak dapat ditawar lagi. Aspek pengendalian yang paling penting adalah memiliki semua peralatan LSA, FFA, dan medis yang siap digunakan setiap saat. Oleh karena itu, inspeksi rutin peralatan keselamatan, kerja, dan mesin sangat penting untuk dilakukan, bahkan sesaat sebelum digunakan, sebagai tindakan pencegahan terjadinya kecelakaan.

Esensinya, resiko bukanlah sesuatu yang tetap, konkrit, dan nyata. Bahaya muncul bahkan dari sesuatu yang paling tidak terduga dan pengendalian resiko pun tidak 100% menjamin kecelakaan tidak akan terjadi. Namun, sebisa mungkin untuk meningkatkan presentase jaminan keselamatan mendekati 100%, crew kapal harus terus berusaha melakukan penilaian dan pengendalian resiko sesuai kondisi riil di kapal sehingga seluruh crew dapat bekerja dengan perasaan aman, terciptanya budaya K3 yang sehat, serta meningkatkan kualitas hidup crew kapal baik bagi diri sendiri, anak istri dan keluarga yang menanti di rumah, serta perusahaan.

Jika membutuhkan Contoh Formulir Marine Risk Assessment dan Contoh Pengisiannya, Dapat Menghubungi Penulis.

 

Reference:

Sumber 1

Tinggalkan komentar